Tuesday, 14 April 2015

Published 09:34 by with 1 comment

Alasan Kenapa Tak Perlu Ragu Kuliah S2

Setelah lulus kuliah S1, apa yang terlintas dalam pikiran kamu? Sebagai fresh graduate, langsung cari kerja? Lanjut & sambung kuliah S2? atau kerja dulu baru lanjut kuliah? Masing-masing orang punya opini dan cita-cita masing-masing. Tidak salah kalau kita yang lebih pilih karir, tidak salah juga kalau kita pilih kuliah.

Menurut saya, perlu atau tidaknya melanjutkan kuliah ke jenjang lebih tinggi itu kembali kepada minat masing-masing. Ada beberapa orang yang berpendapat bahwa sekolah gak perlu  tinggi-tinggi karena ujung-ujungnya kembali bekerja mencari uang. Mereka berpendapat  pendidikan memang penting, tapi tidak sedikit juga orang bisa sukses dengan hanya sekolah  rendah (drop out kuliah, tidak kuliah, dll). Ada juga yang memang suka belajar, menekuni  dunia bidangnya, berkutat dengan buku dan penelitian, mengeksplorasi  lebih jauh suatu ide & ilmu. Itu kembali lagi kepada mindset dan minat masing-masing orang. 

Mungkin kamu masih ragu untuk mengambil gelar S2 sekarang juga.Sebagai bahan pertimbangan menjawab pertanyaanmu, berikut ini adalah alasan kenapa kamu harus melanjutkan S2.

1. Tuntutan zaman sudah berubah. Jika dulu gelar sarjana masih bisa dibilang ‘wah’, sekarang hal yang sama tak lagi istimewa.
Kondisi zaman sekarang sudah jauh berbeda dari kondisi ketika ayah-ibumu berkuliah. Zaman dulu, lulusan paling cepat sekalipun mesti menempuh pendidikan kurang-lebih sekitar enam tahun. Bayangkan saja, mereka membuat skripsi masih dengan mesin ketik; buku referensi pun tak bisa dicari lewat Google. Berbeda dengan sekarang yang sudah serba digital. Mau revisi skripsi, kamu tinggal buka file di komputer dan mengutak-atiknya. Mau mencari referensi, banyak juga jurnal atau buku digital yang bisa diunduh.

Makanya nggak heran kalau saat ini lulusan sarjana masih muda-muda dan jumlahnya banyak. Kalau dulu sarjana menjadi sesuatu yang ‘wah’, sekarang sudah biasa saja. Jika ingin kualifikasimu di atas rata-rata, tentu kamu perlu melanjutkan S2.

2. Usia yang masih sangat muda membuatmu lebih mudah fokus pada tuntutan kuliah. Pikiranmu tak harus terbelah pada urusan anak dan rumah.
Karena usiamu masih sangat muda, tanggungan hidupmu tentu jauh lebih sedikit dibandingkan mereka yang sudah berkeluarga. Kamu tak perlu memikirkan biaya susu formula anak, bagaimana jika dia jatuh sakit, atau ke mana dia bisa dititipkan jika kamu harus menghadiri kelas. Yang perlu kamu perhatikan hanyalah materi kuliah, isi presentasi, dan tugas-tugas dari dosen. Dengan begini kamu bisa lebih fokus pada beban akademikmu, dan kuliahmu pun bisa berjalan dengan lebih lancar.

Selain itu, langsung meneruskan S2 tak lama setelah lulus S1 juga menjamin bahwa otakmu masih “segar”. Berbeda dengan mahasiswa S2 yang sudah lama tidak jadi mahasiswa - yang tentu akan kagok ketika tiba-tiba kembali ke meja belajar lagi. Dijamin, menyerap ilmu di jenjang S2 nanti tak akan menjadi sesuatu yang sulit buatmu.

3. Ilmu mereka yang lebih dalam dan karakter yang lebih matang turut menjadikan lulusan S2 kandidat yang terbaik di dunia kerja.
"Ah, lulusan S2 sama lulusan S1 juga gajinya bakal sama, kok. Yang lebih pengaruh itu pengalaman kerja, bukan gelarnya."
Mungkin memang benar bahwa di banyak perusahaan, fresh graduate S1 dan S2 akan memulai karier dengan gaji yang sama besarnya. Namun, ini tidak menafikan bahwa lulusan S2 punya ilmu yang lebih dalam dan karakter yang lebih dewasa dibandingkan lulusan S1 pada umumnya. Ilmu dan karakter yang lebih matang ini terbentuk bukan hanya dari kelas-kelasnya, namun juga kegiatan ekstrakulikuler dan interaksi yang lebih akrab antara mahasiswa dan dosen. Karakter yang lebih terasah ini menjadikan para lulusan S2 karyawan-karyawan terbaik di bidangnya, sehingga jalan mereka untuk naik pangkat di kantor bisa lebih mulus. Jadi, masih ragu untuk melanjutkan pendidikanmu?

4. “Tapi aku ‘kan sudah keterima kerja, sayang kalau harus keluar buat kuliah lagi.”
Keraguan yang sering muncul adalah ketika kamu sudah bekerja dan merasa ragu untuk meninggalkan pekerjaanmu untuk kuliah. Jangan khawatir, karena banyak perusahaan dan manajer yang justru senang bila pegawainya sekolah lagi. Bahkan ada di antara mereka yang bersedia memberikan masa cuti panjang (1-2 tahun) untuk pegawai potensial yang ingin melanjutkan kuliah. Coba konsultasikan pada atasanmu mengenai hal ini.

Kalau ternyata beliau tidak setuju, banyak juga kok universitas yang membuka program S2 untuk profesional. Kuliah biasanya dilakukan di malam hari atau Sabtu-Minggu, sehingga pekerjaanmu di kantor tetap bisa berjalan lancar seperti biasanya.

5. “Tapi ‘kan ngurusnya ribet. Mesti tes ini-itu, legalisir ijazah, belum lagi kalau mau beasiswa harus minta surat rekomendasi. Males ah!”
No pain, no gain! Tidak ada kemewahan yang diperoleh tanpa perjuangan. Pastinya banyak urusan administrasi yang harus kamu selesaikan untuk mendaftar S2, apalagi kalau mau memperoleh beasiswa luar negeri. Serangkaian tes juga harus kamu jalani, dari Tes Potensi Akademik, TOEFL, sampai mengajukan proposal untuk tesis. Jangan dulu mengeluh, setiap pilihan pasti membutuhkan usaha. Jalani saja dulu, dan bayangkan buahnya jika kamu berhasil.

6. “Duh, lulus S1 aja nilainya pas-pasan. Gimana nanti pas S2?”
S2 pasti lebih menantang dari S1, sehingga sah-sah saja jika kamu merasa tidak mampu menjalaninya. Pikirmu, kalau S1 saja dulu kamu harus terseok-seok, apalagi S2?

Tapi kondisi S1 dan S2 tentu jauh berbeda. Seperti yang sudah dibahas sebelumnya, saat S1 mungkin ada mata kuliah yang tidak kamu sukai sehingga membuat kamu malas. Mungkin kamu kurang suka dengan jurusan yang kamu pilih sehingga kamu asal-asalan menyelesaikannya. Mungkin kamu terlalu aktif di kegiatan mahasiswa sehingga kelulusanmu harus tertunda. Sementara di S2, kamu benar-benar datang ke kampus untuk kuliah. Itupun kamu bisa mengambil jurusan yang memang kamu suka.

Masih takut tidak mampu? Ingat saja bahwa tak semua mahasiswa S2 lulus jenjang S1 dengan predikat cum laude.
Perasaan lain yang sering membuatmu takut adalah bagaimana nanti kalau kamu tampak paling bodoh di kelas. Padahal teman-temanmu di S2 nanti juga bukan Einstein atau B.J. Habibie, sehingga kamu tidak perlu merasa rendah diri. Mungkin saja S2 ini benar-benar sesuai dengan minatmu dan kamu malah jadi orang yang paling menguasai materi di kelas?

7. Dan di usiamu yang semuda ini, banyak beasiswa yang terbuka lebar untukmu, baik dari dalam maupun luar negeri.
Di usia yang cukup muda ini, kamu juga memiliki banyak kesempatan untuk mendapatkan beasiswa. Tak hanya untuk S-2 di dalam negeri, namun juga luar negeri. Pemerintah Indonesia saja punya beasiswa LPDP, DIKTI, dan President Scholarship. Belum lagi pemerintah Uni Eropa (Erasmus Mundus), Inggris (Chevening), Amerika (Fulbright), Australia (AUSAID), Belanda (NESO), dan Belgia (VLIR-UOS). Ada juga lho beasiswa-beasiswa lain ke luar negeri yang jarang diketahui meskipun bergengsi.

Tentunya tinggal dalam waktu lama di luar negeri merupakan pengalaman menarik yang diimpikan jutaan pemuda Indonesia lainnya. Ada yang mengatakan, memperoleh beasiswa itu menyenangkan bukan karena uang yang diterimanya; melainkan karena kebanggaan karena telah berhasil terpilih dari sekian banyak kandidat yang mendaftar.

8. Setelah menjalaninya kamu akan sadar, ternyata S2 tak sesulit yang kamu bayangkan.
Ketika kamu telah mendaftarkan diri melalui segala proses yang ribet dan tes yang menantang, kamu pun diterima sebagai mahasiswa S2. Kamu akan menjalani hari-harimu sebagai mahasiswa pascasarjana dan bertemu banyak teman baru dengan berbagai pengalaman yang berbeda. Setelah mengikuti kuliah, kamu mulai sadar bahwa ketakutan yang kamu rasakan selama ini sebenarnya tak lebih dari paranoia.

Semuanya toh akan berjalan lancar. Dosen-dosenmu tidak semenyeramkan yang kamu bayangkan. Teman-temanmu tak kalah serunya dari sahabat-sahabat yang kamu temui saat S1. Diskusi di kelas berjalan seru dan membawa banyak ilmu baru. Kamu pun berkembang menjadi individu yang lebih matang dan berkualitas dari sebelumnya.

Repost from
      edit

1 comment: